Kisah Nabi Ibrahim (Bagian ke-13): Kisah Hijrahnya Ibrahim ke Negeri Syam & Mesir hingga Akhirnya Menetap di Baitul Maqdis
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Saat Ibrahim meninggalkan kaumnya karena Allah, istrinya mandul tidak bisa melahirkan anak, dan saat itu Ibrahim tidak punya seorang anak pun. Ia hanya mengajak keponakannya, Luth bin Haran bin Azar. Namun setelah itu, Allah menganugerahkan anak-anak yang saleh kepada Ibrahim, dan menjadikan nubuwah serta kitab di antara keturunannya. Setiap nabi yang diutus setelah Ibrahim, semuanya berasal dari keturunan Ibrahim. Setiap nabi yang menerima kitab dari langit, pasti berasal dari salah satu keturunannya, sebagai karunia dan kemuliaan untuknya kala pergi meninggalkan kampung halaman, keluarga dan sanak kerabat, berhijrah menuju sebuah negeri yang ia bisa leluasa untuk beribadah kepada Rabb ‘Azza wa Jalla dan menyeru siapa pun kepada-Nya.
Bumi yang dituju Ibrahim saat berhijrah adalah bumi Syam, itulah bumi yang disebut Allah ‘Azza wa Jalla, “Negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam.” (Al-Anbiya: 71-73).
Demikian penuturan Ubai bin Ka’ab, Abu Aliyah, Qatadah dan lainnya.
Al-Aufa meriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam.” (Al-Anbiya: 71-73). Yaitu Mekkah. Bukankah kau mendengar firman Allah SWT, “Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali-Imran: 96). Sementara Ka’ab Al-Ahbar menyatakan, bumi yang dimaksud adalah Haran.
Seperti telah kami sebutkan sebelumnya bersumber dari Ahli Kitba, Ibrahim pergi meninggalkan bumi Babilon bersama keponakannya, Luth, saudaranya, Nahur, istrinya, Sarah dan istri saudaranya, Malik. Mereka singgah di Haran, lalu Tarikh, ayah Ibrahim, meninggal dunia disana.
As-Suddi mengatakan, “Ibrahim dan Luth pergi menuju Syam. Ibrahim kemudian bertemu Sarah, putri Raja Haran, ia mencela agama yang dianut kaumnya. Ibrahim kemudian menikahinya dengan syarat Ibrahim tidak boleh membuatnya cemburu.” (HR. Ibnu Jarir. Hadist ini gharib).
Menurut riwayat yang masyhur, Sarah adalah saudara sepupu Ibrahim, putri pamannya Haran, dimana negeri Haran dinisbatkan padanya.
Keliru dan tidak berdasar jika ada yang menyatakan bahwa Sarah adalah putri saudara Ibrahim, Haran, sekaligus saudari Luth, seperti yang disampaikan As-Suhailai dari Al-Qutaibi.
Juga tidak berdasar jika ada yang menyatakan bahwa menikahi keponakan pada masa itu disyariatkan. Dengan asumsi ketentuan tersebut pernah diisyaratkan pada suatu masa, seperti yang dinukil dari para pendeta Yahudi, toh para nabi tidak ada yang melakukan praktek seperti itu. Wallahu a’lam.
Menurut riwayat yang mashyur, saat berhijrah meninggalkan Babilon, Ibrahim pergi bersama Sarah, seperti telah disampaikan sebelumnya. Wallahu ‘alam.
Ahli kitab menyebutkan, saat Ibrahim tiba di Syam, Allah mewahyukan kepadanya, “Sungguh Aku menjadikan negeri ini untuk para keturunanmu sepeninggalmu.” Ibrahim kemudian membangun tempat penyembelihan kurban untuk Allah sebagai wujud rasa bersyukur atas nikmat yang diberi. Kubah bangunan ini dibuat menghadap ke timur Baitul Maqdis, setelah itu Ibrahim pindah ke Baitul Maqdis. Namun karena disana terjadi kekeringan, kesulitan dan harga barang-barang sangat mahal, akhirnya Ibrahim bersama yang lain pindah ke Mesir.
Para ahli sejarah menyebut kisah Sarah dengan sang Raja. Ibrahim berkata pada Sarah, “Katakan aku ini saudaramu.” Para ahli sejarah juga menyebut pelayanan yang diberikan Raja kepada Hajar. Setelah itu Raja memerintahkan mereka pergi, mereka kemudian pulang ke Baitul Maqdis dan sekitarnya dengan membawa sejumlah hewan, budak dan harta benda.
“Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim), Dan dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.’ Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab kepada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, termasuk orang yang saleh’.” (Al-Ankabut: 26-27).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Lut ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam. Dan Kami menganugerahkan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah. Dan masing-masing Kami jadikan orang yang Saleh. Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.” (Al-Anbiya: 71-73).
Saat Ibrahim meninggalkan kaumnya karena Allah, istrinya mandul tidak bisa melahirkan anak, dan saat itu Ibrahim tidak punya seorang anak pun. Ia hanya mengajak keponakannya, Luth bin Haran bin Azar. Namun setelah itu, Allah menganugerahkan anak-anak yang saleh kepada Ibrahim, dan menjadikan nubuwah serta kitab di antara keturunannya. Setiap nabi yang diutus setelah Ibrahim, semuanya berasal dari keturunan Ibrahim. Setiap nabi yang menerima kitab dari langit, pasti berasal dari salah satu keturunannya, sebagai karunia dan kemuliaan untuknya kala pergi meninggalkan kampung halaman, keluarga dan sanak kerabat, berhijrah menuju sebuah negeri yang ia bisa leluasa untuk beribadah kepada Rabb ‘Azza wa Jalla dan menyeru siapa pun kepada-Nya.
Bumi yang dituju Ibrahim saat berhijrah adalah bumi Syam, itulah bumi yang disebut Allah ‘Azza wa Jalla, “Negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam.” (Al-Anbiya: 71-73).
Demikian penuturan Ubai bin Ka’ab, Abu Aliyah, Qatadah dan lainnya.
Al-Aufa meriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam.” (Al-Anbiya: 71-73). Yaitu Mekkah. Bukankah kau mendengar firman Allah SWT, “Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali-Imran: 96). Sementara Ka’ab Al-Ahbar menyatakan, bumi yang dimaksud adalah Haran.
Seperti telah kami sebutkan sebelumnya bersumber dari Ahli Kitba, Ibrahim pergi meninggalkan bumi Babilon bersama keponakannya, Luth, saudaranya, Nahur, istrinya, Sarah dan istri saudaranya, Malik. Mereka singgah di Haran, lalu Tarikh, ayah Ibrahim, meninggal dunia disana.
As-Suddi mengatakan, “Ibrahim dan Luth pergi menuju Syam. Ibrahim kemudian bertemu Sarah, putri Raja Haran, ia mencela agama yang dianut kaumnya. Ibrahim kemudian menikahinya dengan syarat Ibrahim tidak boleh membuatnya cemburu.” (HR. Ibnu Jarir. Hadist ini gharib).
Menurut riwayat yang masyhur, Sarah adalah saudara sepupu Ibrahim, putri pamannya Haran, dimana negeri Haran dinisbatkan padanya.
Keliru dan tidak berdasar jika ada yang menyatakan bahwa Sarah adalah putri saudara Ibrahim, Haran, sekaligus saudari Luth, seperti yang disampaikan As-Suhailai dari Al-Qutaibi.
Juga tidak berdasar jika ada yang menyatakan bahwa menikahi keponakan pada masa itu disyariatkan. Dengan asumsi ketentuan tersebut pernah diisyaratkan pada suatu masa, seperti yang dinukil dari para pendeta Yahudi, toh para nabi tidak ada yang melakukan praktek seperti itu. Wallahu a’lam.
Menurut riwayat yang mashyur, saat berhijrah meninggalkan Babilon, Ibrahim pergi bersama Sarah, seperti telah disampaikan sebelumnya. Wallahu ‘alam.
Ahli kitab menyebutkan, saat Ibrahim tiba di Syam, Allah mewahyukan kepadanya, “Sungguh Aku menjadikan negeri ini untuk para keturunanmu sepeninggalmu.” Ibrahim kemudian membangun tempat penyembelihan kurban untuk Allah sebagai wujud rasa bersyukur atas nikmat yang diberi. Kubah bangunan ini dibuat menghadap ke timur Baitul Maqdis, setelah itu Ibrahim pindah ke Baitul Maqdis. Namun karena disana terjadi kekeringan, kesulitan dan harga barang-barang sangat mahal, akhirnya Ibrahim bersama yang lain pindah ke Mesir.
Para ahli sejarah menyebut kisah Sarah dengan sang Raja. Ibrahim berkata pada Sarah, “Katakan aku ini saudaramu.” Para ahli sejarah juga menyebut pelayanan yang diberikan Raja kepada Hajar. Setelah itu Raja memerintahkan mereka pergi, mereka kemudian pulang ke Baitul Maqdis dan sekitarnya dengan membawa sejumlah hewan, budak dan harta benda.
Post a Comment