Kisah Nabi Ibrahim (Bagian ke-19): Perintah Khitan kepada Nabi Ibrahim
Versi para pemilik kitab Taurat, Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengktitan anaknya, Isma’il, juga para budak dan lainnya. Perintah ini turun setelah Ibrahim berusia 99 tahun, dan usia Isma’il saat itu menginjak 13 tahun. Perintah Allah ini dilaksanakan Ibrahim terhadap keluarganya. Ini menunjukkan khitan hukumnya wajib. Untuk itu, pendapat ulama yang shahih adalah khitan wajib bagi kaum lelaki, seperti yang dijelaskan di bagiannya tersendiri.
Disebutkan dalam hadist yang diriwayatkkan Imam Bukhari; Qutaibah bercerita kepada kami, Mughirah bin Abdurrahman Al-Qurasy bercerita kepada kami, dari Abu Zanad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, ia menuturkan, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ibrahim khitan dalam usia 80 tahun dengan menggunakan kapak.”[1]
Riwayat ini juga yang disampaikan Abdurrahman bin Ishaq dari Abu Zanad, seperti itu juga Ajlan dari Abu Hurairah, juga diriwayatkan Muhammad bin Amr dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Demikian pula riwayat Muslim dari Qutaibah.
Sebagian matan hadist menyebutkan, “Ibrahim khitan setelah mencapai usia 80 tahun, ia khitan dengan menggunakan kapak.”[2] Qudum dalam hadist ini maksudnya kapak. Pendapat lain menyebut, Qudum adalah nama tempat.
Matan ini tidak menafikan riwayat lain yang menyebut Ibrahim khitan lebih dari usia 80 tahun, seperti yang akan disebutkan berikutnya saat membahas wafatnya Ibrahim. Di antaranya disebutkan dalam hadist dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Ibrahim khitan dalam usia 120 tahun, dan hidup 80 tahun setelah itu.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
Rangkaian kisah ini tidak menyinggung tentang Isma’il dan hanya menyebut tiga kali kedatangan Ibrahim. Kedatangan pertama setelah Isma’il menikah dan setelah Hajar meninggal dunia. Bagaimana mungkin Ibrahim meninggalkan mereka saat Isma’il masih kecil, seperti disebutkan dalam riwayat di atas, hingga Isma’il menikah, bagaimana mungkin selama itu Ibrahim tidak pernah datang untuk menengok kondisi mereka. Salah satu riwayat menyebutkan, saat menjenguk mereka, Ibrahim naik Burak. Bagaimana mungkin Ibrahim tidak menengok kondisi mereka, sementara mereka berada dalam kesulitan berat dan amat memerlukan bantuan?!
Sepertinya rangkaian kisah ini bersumber dari kisah-kisah israiliyyat, dan dibumbui dengan sedikit riwayat-riwayat marfu’. Kisah ini juga tidak menyebut Isma’il Adz-Dzabih. Seperti yang telah kami jelaskan, Adz-Dzabih yang disebut dalam surah Ash-Shaffat adalah Isma’il, menurut pendapat yang Shahih.
Disebutkan dalam hadist yang diriwayatkkan Imam Bukhari; Qutaibah bercerita kepada kami, Mughirah bin Abdurrahman Al-Qurasy bercerita kepada kami, dari Abu Zanad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, ia menuturkan, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ibrahim khitan dalam usia 80 tahun dengan menggunakan kapak.”[1]
Riwayat ini juga yang disampaikan Abdurrahman bin Ishaq dari Abu Zanad, seperti itu juga Ajlan dari Abu Hurairah, juga diriwayatkan Muhammad bin Amr dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Demikian pula riwayat Muslim dari Qutaibah.
Sebagian matan hadist menyebutkan, “Ibrahim khitan setelah mencapai usia 80 tahun, ia khitan dengan menggunakan kapak.”[2] Qudum dalam hadist ini maksudnya kapak. Pendapat lain menyebut, Qudum adalah nama tempat.
Matan ini tidak menafikan riwayat lain yang menyebut Ibrahim khitan lebih dari usia 80 tahun, seperti yang akan disebutkan berikutnya saat membahas wafatnya Ibrahim. Di antaranya disebutkan dalam hadist dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Ibrahim khitan dalam usia 120 tahun, dan hidup 80 tahun setelah itu.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
Rangkaian kisah ini tidak menyinggung tentang Isma’il dan hanya menyebut tiga kali kedatangan Ibrahim. Kedatangan pertama setelah Isma’il menikah dan setelah Hajar meninggal dunia. Bagaimana mungkin Ibrahim meninggalkan mereka saat Isma’il masih kecil, seperti disebutkan dalam riwayat di atas, hingga Isma’il menikah, bagaimana mungkin selama itu Ibrahim tidak pernah datang untuk menengok kondisi mereka. Salah satu riwayat menyebutkan, saat menjenguk mereka, Ibrahim naik Burak. Bagaimana mungkin Ibrahim tidak menengok kondisi mereka, sementara mereka berada dalam kesulitan berat dan amat memerlukan bantuan?!
Sepertinya rangkaian kisah ini bersumber dari kisah-kisah israiliyyat, dan dibumbui dengan sedikit riwayat-riwayat marfu’. Kisah ini juga tidak menyebut Isma’il Adz-Dzabih. Seperti yang telah kami jelaskan, Adz-Dzabih yang disebut dalam surah Ash-Shaffat adalah Isma’il, menurut pendapat yang Shahih.
- Bukhari, kitab: Penciptaan Adam.
- Bukhari, kitab: Meminta izin.
Post a Comment